Ayahku berkata padaku
Setidaknya aku hanya bisa diam
Tidak usah sekolah ujarnya
Sawah yang hijau katanya
Sawah yang mulai menguning katanya
Dia menyuruhku bekerja di sana
Membantu ayah bunda ucapnya
Tak cukup itu bagiku
Aku ingin mendapat lebih ilmu
Dengan bersekolah di tempat yang baik
Dambaan bagi para penginjak tanah tanpa alas kaki
Yang mereka hanya bisa pasrah
Mungkin aku sedikit membantah
Tapi aku memikirkan anak istriku suatu saat
Istriku harus lincah dan gesit
Anakku harus pandai merangkai kata
Cucu ku juga tak kalah dengan ibunya
Dengan kubantah perkataan ayahku
Aku pergi ke Surabaya
Membawa tekad yang pasti
Tuk memenuhi tujuan mulia
Di mana melanjutkan cerita baru
Mencari ilmu tiada batasnya
Barangkali suatu saat dapat kuajarkan kembali
Pasti ilmuku akan menjadi abadi
Waktu cepat sekali berlalu
Aku telah menjadi tua
Tubuh renta ku ini harus aku jaga
Agar cucu terakhirku dapat melihatku
Serta mewarisi cerita-ceritaku
Dan mungkin dia akan membuat puisi tentang kakeknya
Aku juga akan mengajarinya tentang putus asa
Hal yang harus dihindari sepenuhnya
Suatu saat dia akan mengalami muda
Dimana kebimbangan menjadi pilar utama
Tapi tak akan kubiarkan mereka!
Para cucuku menjadi pemuda yang biasa
Layaknya pemuda tanpa harapan
Seperti pemuda tak beralaskan kaki
Seperti pemuda dipenuhi emosi
Haruslah dia menjadi berbeda
Haruslah dia cerdas, pandai, dan dewasa
----------------------------------------------------------------------------------
Puisi dibuat oleh Gantan Etika Murty, menceritakan tentang seorang kakek. Apabila kakeknya berpuisi mungkin akan seperti itu, dengan melihat dan mendengar cerita melalui ucapan-ucapannya. Serta bagaimana harapan dan tekad seorang pemuda zaman dahulu, yang mungkin akan melahirkan pemuda-pemuda baru dengan kepandaian yang luar biasa di zaman berikutnya.